Prince Heinrich

Bayangan lilin menari di atas meja kerja Heinrich, menerangi sebuah amplop sederhana bertuliskan "Angelina." Dengan tangan gemetar, aku membacanya. Surat cinta yang belum terkirim, curahan hati yang menyayat, membongkar kebohongan pernikahan kita. Amarah dan kepedihan membanjiriku. Ia telah berpura-pura. Tiba-tiba, pintu terbuka dan Heinrich masuk, "kau menemukannya, syukurlah. aku sudah lelah berpura pura. kau pikir aku punya pilihan? kerajaanmu mengancam akan berperang"